Senin, 05 Maret 2012

pembelajaran adalah perubahan


Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa terjadi semacam "dialog batin" di dalam diri kita? Bagai­mana kita dapat merasakan bahwa ada dua macam "wajah" di dalam diri kita yang saling pandang dan mengungkapkan pandangannya? Bagaimana peng­alaman terbentuk? Apakah pengalaman yang membuat diri seseorang naik dari satu lapisan ke satu lapisan dera­jat yang lebih tinggi dikarenakan oleh "dialog batin" yang instens itu?
Apa sesungguhnya "dialog batin" itu? Apakah semua orang mengalami­nya? Apakah jika "dialog batin" itu benar-benar terjadi pada setiap orang, lantas berlangsungnya itu setiap hari, setiap menit, atau bah­kan setiap detik? Bagaimana cara mendeteksi semua ini ? Bagaimana seseorang dapat mengetahui bahwa "dialog batin"-nya senantiasa berlangsung hebat dan bermanfaat bagi pertumbuhan dirinya?
Ada sebuah rumusan yang bagus dari Dave Meier berkaitan dengan soal-soal yang tidak gampang kita sepakati ini. Meskipun rumusan Meier ini tidak langsung menuju sasarannya, namun, saya rasa, pandangan Meier ini dapat memberikan semacam pijakan untuk mende­teksi lebih jauh tentang "dialog batin". Lewat rumusan Meier, yang sebentar lagi akan kita baca, tampak bahwa hampir semua yang sedang kita bicarakan ini—dan juga apa yang disinggung oleh pernyataan Ignas Kleden : berpusat pada satu kata: pembelajaran (learning).
"Penelitian mengenai otak dan kaitannya dengan pembelajaran telah mengungkapkan fakta yang sangat mengejutkan. Jika sesuatu dipelajari dengan sungguh­-sungguh, struktur internal sistem saraf kimiawi (atau elektris) seseorang pun berubah. Sesuatu yang baru ter­cipta di dalam diri seseorang—jaringan saraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan hubungan baru," tulis Meier.
Nah, rumusan Meier tak hanya berhenti di situ. Meier kemudian memberikan kata-kata kunci yang layak kita perhatikan secara saksama, "Dalam proses pembelajaran,
para pembelajar harus diberi waktu agar hal-hal baru ini betul-betul terjadi dikedalaman dirinya. Jika tidak, tentu saja takkan ada yang melekat. Juga tak ada yang menyatu dan tak ada yang benar-benar dipelajari. Pembelajaran adalah perubahan. Jika tak ada waktu untuk berubah, berarti tak ada pembelajaran yang sejati.
Dialog batin“ atau dialog-internal yang mungkin dijalani oleh seseorang, dalam tempo yang lama dan panjang, adalah sebuah pembelajaran. Hingga disini, dapat dikatakan bahwa diri yang berilmu adalah diri yang terus melakukan koreksi, instropeksi, dan perubahan diri. Tentu, perubahan diri yang terjadi adalah perubahan diri yang menarik. Bisa jadi, diri yang berubah, diri yang berilmu itu, mengalami dialog internal yang naik-turun. Namun, proses naik turun (up and down) itu berada pada area yang menanjak.
Secara fisik, ada kemungkinan kita dapat mengetahui diri kita berubah. Sakit dan sehat adalah bukti adanya perubahan diri dalam konteks fisik. Pada suatu saat diri kita mengalami kesegaran luar biasa. Namun, pada lain saat, diri kita mengalami kelelahan luar biasa. Kesegaran di satu pihak dan kelelahan di lain pihak inilah yang menunjukkan adanya dialog-internal di dalam diri kita yang terus berubah. Lewat proses sakit-sehat, sehat-sakit, dan seterusnya, tentulah diri kita yang bersifat fisik ini akan mengalami perubahan.
Nah, berkaitan dengan diri yang berilmu, ingin saya memakai sakit-sehat itu dalam konteks tahu dan tidak tahu atau memahami dan tidak memahami. Lebih tegas lagi, jika soal tahu dan tidak tahu dikaitkan dengan apa­kah sebuah dialog-internal kemudian melahirkan sebuah hasil yang nyata dalam bentuk sebuah diri yang berkem­bang, maka kits perlu mengganti konsep memahami dan tidak memahami dengan "menguasai dan tidak me­nguasai".{}